Jika diukur dari dampaknya terhadap lingkungan, sepiring
kecil udang ternyata lebih memiliki dampak yang merusak. Ini adalah kesimpulan
yang diperoleh seorang peneliti.
Menurut ahli biologi, sekitar 100 gram udang produksi di tambak-tambak di Asia
melepas 198 kilogram karbondioksida ke udara. Maka sekitar 454 gram udang beku
akan menghasilkan satu ton karbondioksida.
Hasil presentasi temuannya itu memberi pemahaman pada masyarakat akan dampak
lingkungan penggunaan lahan.
Peneliti menemukan 50-60 persen tambak udang terletak di zona gelombang
negara-negara Asia, kebanyakan di lokasi bekas hutan bakau (mangrove) yang
sudah dibuka.
Tambak-tambak udang ini juga tidak efisian, memproduksi hanya 1 kg udang per
13,4 meter persegi hutan mangrove yang dibuka. Dalam tiga sampai sembilan
tahun, kolam-kolam hasil bukaan hutan mangrove itu pun sudah akan ditinggalkan
karena penyakit, keasaman lahan dan pencemaran akan merusak hasil panen udang.
Setelah ditinggalkan, tanah butuh 35-40 tahun untuk pulih seperti semula,
tulisnya.
Hutan mangrove yang terjaga dengan baik bisa melindungi ekosistem pesisir dan
komunitas di pinggir pantai melawan badai dan tsunami, seperti tsunami pada
2004 yang membunuh 230 ribu orang.
Masalahnya, nilai hutan mangrove yang terjaga masih sulit ditentukan, sementara
kebanyakan tambak udang terletak di daerah miskin yang lebih memilih keuntungan
ekonomi daripada kelestarian mangrove.
"Sangat sulit menemukan pembiayaan konservasi hutan mangrove, atau kemauan
politik untuk menjaga hutan mangrove," katanya.
Di Indonesia, Data terakhir Pusat Studi Pesisir dan Kelautan Universitas Bung
Hatta (UBH) Padang, kerusakan hutan bakau di Sumatera Barat mencapai 30 persen
dari jumlah total area sekitar 39.600 hektar. Kerusakan terbanyak ada di
Padangpariaman, Pesisir Selatan dan Padang, dengan angka kerusakan rata-rata 70
persen akibat alih fungsi lahan menjadi tambak udang serta kebun kelapa sawit
yang akan mengganggu ekosistem dan menyebabkan abrasi kawasan pantai.