Fakta adanya pembantaian di Mesuji dan Desa Sodong kian terang. Berbagai elemen masyarakat di Mesuji, Lampung, dan Desa Sodong, Mesuji, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatra Selatan, mengakui adanya pembunuhan keji itu di depan rombongan Komisi III DPR, Ahad (18/12) kemarin.
Dari pertemuan yang dihadiri pihak-pihak terkait, termasuk Pemkab OKI, diketahui ada kerusuhan yang mengakibatkan tujuh orang tewas. "Dua kepala yang ada di atas truk itu (tampak dalam video) memang benar waktu kerusuhan dengan PT SWA (Sumber Wangi Alam) pada 21 April 2011, termasuk penggantungan mayat," papar Anton Azhar, asisten lapangan PT SWA yang hadir mewakili perusahaan dalam pertemuan tersebut.
Menurut Anton, dua korban terpenggal itu ialah seorang anggota keamanan dan juru masak PT SWA. Lima korban lainnya terdiri dari tiga karyawan PT SWA dan dua warga.
Kejadian itu diawali adanya adu mulut antara sekuriti dan warga terkait dengan lahan plasma saat panen sawit di Sodong. Tiba-tiba terjadi kerusuhan setelah muncul isu warga terbunuh. "Tidak sampai 1 jam, ratusan orang datang pas jam istirahat dan semuanya jadi kacau. Korban pertama ada di masyarakat yang lehernya hampir putus," ungkapnya.
Ketua rombongan Komisi III Azis Syamsudin menyatakan sulit membantah adanya pembantaian itu. "Sekda, camat, pamong praja, dan masyarakat setempat mengakui kejadian tersebut memang benar adanya," ujarnya.
Terkait dengan masalah itu, Komisi III juga akan memanggil Menteri Kehutanan, Pemerintah Provinsi Lampung, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Menurut Azis, perluasan lahan perusahaan dinilai sebagai pemicu terjadinya pertikaian yang berujung pada pembunuhan itu.
Sehari sebelumnya (17/12), rombongan Komisi III yang beranggotakan 11 orang itu bertemu dengan Kapolda Lampung Brigjen Jodie Rooseto. Dalam pertemuan itu diungkapkan ada dua kali bentrok pada 2010 dan 2011 yang menimbulkan dua warga tewas di kawasan PT Silva Inhutani dan PT BSMI. Dua polisi yang menembak tengah diproses.
Sementara itu, Ketua Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Denny Indrayana mengatakan, timnya segera meninjau lokasi konflik setelah pengumpulan data awal dilakukan.
"Setelah pengumpulan dan penguasaan informasi awal yang cukup, TGPF baru akan turun full team ke lapangan," tulis Denny dalam pesan singkatnya kepada wartawan, kemarin.
Tim yang beranggotakan sembilan orang itu terdiri dari unsur Kemenko Polhukam, Kemenkum dan HAM, Kemenhut, kepolisian, Komnas HAM, Pemprov Lampung dan Sumsel, serta tokoh masyarakat. "Semuanya direncanakan selesai dalam jangka waktu paling lama 30 hari," janji Denny.